Memudar Di Lidah Generasi Muda: Ketimpangan Kesantunan Bahasa Halus Madura



Oleh: Abdul Hofar

Bahasa merupakan alat komunikasi dan saat menggunakan bahasa juga harus memerhatikan kaidah-kaidah berbahasa baik kaidah linguistik maupun kaidah-kaidah kesantunan agar tujuan berkomunikasi dapat tercapai. Dalam berkomunikasi, setiap orang harus berbicara secara santun dengan menjaga etika dalam berkomunikasi agar tujuan komunikasi dapat dicapai dengan baik. (Grice, 1991) mengemukakan bahwa kesantunan berbahasa itu berkenaan dengan aturan tentang hal-hal yang bersifat sosial, estetis dan moral di dalam bertindak tutur.

Berbicara mengenai budaya bahasa di Indonesia, Madura merupakan salah satu wilayah yang memiliki kekayaan bahasa dan tradisi yang unik. Bahasa Madura adalah salah satu bahasa Austronesia yang dipakai oleh lebih dari tigabelas juta penutur atau sekitar 5% penduduk Indonesia (M Mulyadi &U Bukhory, 2019). Bahasa Madura dikenal dengan tingkat tuturannya yang beragam, mulai dari bahasa kasar, sedang, hingga halus, yang mencerminkan tingkat kesopanan, penghormatan, dan hierarki sosial. Namun, dalam pengaplikasiannya tidak sedikit anak yang seringkali salah dalam menempatkan tingkatan tutur berbahasa tersebut sehingga menimbulkan ketimpangan terkait penggunaannya. Misalnya, ada anak yang ketika berbicara dengan gurunya menggunakan bahasa yang santun(bhasa alos), namun ketika berbicara dengan orang tuanya ia tidak demikian bahkan kadang berbicara dengan nada membentak. Lalu apakah yang menjadi faktor utama pemicu ketimpangan tersebut, dan akankah peristiwa tersebut berdampak pada keharmonisan dalam kehidupan sosial anak? Oleh karena itu, lingkungan penting untuk membantu membentuk kepribadian anak sedini mungkin dalam menggunakan Bahasa yang santun sehingga anak terbiasa di kala dewasa nanti.

Pada dasarnya, bahasa Madura mempunyai tiga stratafikasi pokok (Rifai, M. A, 2007)

Enja'-iyâ (kasar) : Digunakan untuk situasi informal atau antar teman sebaya.

Engghi-enten (sedang) : Digunakan untuk percakapan dengan orang yang dihormati namun memiliki kedekatan.

Engghi-bhunten (halus) : Merupakan tingkatan tertinggi, digunakan untuk berbicara dengan orang yang sangat dihormati seperti orang tua, guru, atau tokoh masyarakat.

Hal ini menuntut penutur untuk memahami konteks sosial agar dapat memilih tingkatan bahasa yang sesuai. Dalam masyarakat tradisional Madura, anak-anak diajarkan sejak dini untuk menggunakan bahasa halus sebagai bentuk penghormatan kepada orang yang lebih tua. Proses ini menjadi bagian dari pendidikan informal dalam keluarga dan masyarakat. Namun yang terjadi adalah bahwa dewasa ini penggunaan ondhag basa sudah mulai pudar di kalangan masyarakat Madura khususnya bagi mereka yang tinggal di kawasan perkotaan (M Mulyadi &U Bukhory, 2019). Dalam pengaplikasian bhasa alos (Engghi-Bhunten) anak zaman sekarang hanya cenderung menggunakannya ketika berbicara dengan guru agamanya atau kiainya saja, ketika berbicara dengan orang tuanya mereka cenderung menggunakan Bahasa yang kasar atau (enjâ’ iyâ). tak hanya kepada orang tuanya kepada guru formalnya juga, anak cenderung menggunakan Bahasa (enjâ’ iyâ), bahkan sampai ada anak yang berbicara dengan gurunya seakan-akan berbicara dengan musuhnya.

Dulu, keluarga berperan penting sebagai pusat pendidikan kesantunan berbahasa, di mana anak-anak belajar dari teladan orang tua dalam menggunakan bahasa halus. Namun, seiring berjalannya waktu orang tua di era modern mengurangi perhatian terhadap pendidikan kesantunan bahasa ini. Banyak keluarga lebih memilih menggunakan bahasa yang kasar (enjâ’ iyâ) untuk berkomunikasi, bahkan lebih mirisnya lagi ada sebagian orang tua yang melarang anaknya untuk berbahasa halus yang penting anaknya tidak kurang ajar terhadap orang tuanya. Paradigma yang seperti itu salah besar, karena menggunakan Bahasa yang sopan (Engghi-Bhunten) Ketika berbicara dengan orang tua adalah salah satu bentuk daripada etika anak yang dapat menumbuhkan rasa hormat dan ta’dzim anak kepada orang yang telah merawatnya sedari kecil. Pelestarian penggunaan bahasa halus perlu adanya kolaborasi dari berbagai pihak, terlebih keluarga. Keluarga memegang peranan penting dengan menerapkan bahasa halus dalam komunikasi sehari-hari di rumah. Orang tua dapat menjadi teladan dan mengajarkan nilai-nilai kesopanan melalui bahasa, sehingga anak-anak lebih mudah memahami dan menghayati pentingnya penggunaan bahasa halus.

Faktor lain adalah kurang optimalnya pengajaran bahasa Madura di sekolah. Meski bahasa Madura masih diajarkan, pembelajarannya cenderung bersifat dasar dan kurang mendalami penggunaan bahasa halus secara kontekstual, termasuk penggunaan tingkatan bahasa dalam situasi nyata. Pandangan negatif juga berkontribusi. Sebagian masyarakat menganggap bahasa halus (Engghi-Bhunten) kurang relevan di era modern. Pandangan ini membuat anak-anak enggan mempelajari atau menggunakannya karena khawatir dianggap muluk dan kuno atau tidak mengikuti tren. Juga minimnya dukungan dari teknologi dan media juga menjadi tantangan. Berbeda dengan bahasa Indonesia atau Inggris yang memiliki banyak platform pembelajaran digital, bahasa Madura tidak mendapat perhatian yang sama di media modern. Akibatnya anak-anak kesulitan mengakses sumber belajar yang menarik dan interaktif untuk mempelajari bahasa Madura secara lebih mendalam.

Ketimpangan ini membawa dampak negatif yang signifikan. Dalam aspek budaya, melemahnya penggunaan bahasa halus dapat mengancam identitas budaya, karena bahasa merupakan salah satu elemen penting dalam membentuk karakter masyarakat.mHilangnya kemampuan berbahasa halus dapat menyebabkan punahnya kekayaan tradisi bahasa Madura. Dalam aspek sosial, kesenjangan ini dapat menurunkan rasa hormat antara generasi muda dan generasi tua, karena bahasa halus mengandung nilai-nilai kesopanan.

Kesimpulan

Ketimpangan kesantunan berbahasa halus anak dalam berbahasa Madura adalah tantangan besar yang memerlukan perhatian serius agar anak dapat menjalin hubungan yang harmonis sebagai makhluk sosial. Di tengah arus modernisasi dan globalisasi, penting untuk memastikan bahwa nilai-nilai kesantunan dan identitas budaya yang diabadikan dalam bahasa Madura tetap terjaga. Melalui upaya bersama, kita dapat mewariskan kekayaan bahasa dan budaya Madura kepada generasi mendatang.

Melestarikan bahasa halus Madura bukan hanya soal mempertahankan tradisi, tetapi juga tentang membangun generasi muda yang menghargai nilai-nilai kesopanan, penghormatan, dan kebanggaan budaya madura, Mengingat baru-baru ini bahwa Bahasa madura di tetapkan oleh mentri kebudayaan Republik Indonesia sebagai warisan budaya tak benda Indonesia.

 

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak